FATHUL YUSRO: 208 TANAMAN OBAT KHAS KALIMANTAN BARAT BERHASIL DICATAT DIBUKUKAN

 

Mencatat pengetahuan tanaman obat Suku Dayak Kalimantan Barat, yang makin lama makin terlupakan. Menjadi khasanah pengetahuan tanaman berkhasiat obat, yang sangat berharga. 

 

Tulisan ini disadur dari harian KOMPAS, 13 Maret 2018. Penulis: Emanuel Edi Saputra.


Fathul Yusro
Fathul Yusro,  foto KOMPAS

Konversi lahan di Kalimantan Barat mengancam biodiversitas termasuk tanaman obat. Pengetahuan masyarakat pun terdegradasi. Apalagi, pengetahuan itu hanya diwariskan secara lisan. 

Hal itu mendorong dosen Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Pontianak, Fathul Yusro, 38, meneliti tanaman obat dan mengabadikannya dalam buku untuk menyelamatkan warisan pengetahuan itu. 

Yusro duduk di salah satu ruangan dosen di Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalbar, Senin (4/3/2019) siang. Jari-jemarinya perlahan membuka laptop di atas meja. 

Dia menunjukkan banyak data tentang tanaman obat yang pernah ditelitinya, termasuk sejumlah publikasi tentang tanaman obat."Satu tanaman obat bisa diambil sampai 20 foto karena semua bagian penting difoto," ujar Yusro. 
Selain dokumentasi, foto-foto itu juga digunakan untuk identifikasi. Selama ini, pengetahuan tentang tanaman obat selain studinya terbatas, informasinya pun sangat terbatas.
Yusro memulai perjalanan mengeksplorasi biodiversitas tanaman obat sejak 2012. Ketika itu, kebetulan ada program dari Kementerian Kesehatan yang mencoba mengeksplorasi jenis tanaman obat di Kalbar. Dari situlah ia terus mendalami penelitian tentang tanaman obat dengan dibantu beberapa rekan. 

Penelitian pertama dilakukan di daerah masyarakat Dayak Iban, Kabupaten Kapuas Hulu. Kemudian, penelitian dilakukan di Kabupaten Sintang, Sanggau, Kubu Raya, dan Kota Pontianak. "Selain itu, wilayah pesisir juga di Kabupaten Sambas dan Mempawah," ujarnya. 

Untuk meneliti tanaman obat, ia harus menemui dan menggalinya dari masyarakat ataupun dukun yang masih mewarisi pengetahuan tentang tanaman obat. Hal itu tidak mudah karena terkadang ada dukun yang tidak mau diwawancarai atau hanya mau memberikan sebagian informasi."Paling hanya 5 dari 10 tanaman obat yang mereka berikan informasinya," ucapnya.   

Ada pula yang bersedia diwawancarai, tetapi ada syarat khusus. Syarat itu  biasanya disebut pengeras. Jika menemukan syarat yang berat, Yusro membatalkan untuk mendapatkan informasi itu, atau mencari orang lain yang mau berbagi informasi. 

Yusro pernah tidur di hutan selama tiga hari, misalnya di daerah Kecamatan Mandor, dengan mendirikan tenda. Hal itu dia lakukan untuk mencari tanaman yang direkomendasikan warga sebagai tanaman obat. 

"Di Kalbar ada 158 subsuku Dayak. Perbedaan setiap suku dan wilayah memberikan pengetahuan yang berbeda pula tentang tanaman obat  dan fungsinya. Penelitian dilakukan untuk menguji mana fungsi yang paling benar," paparnya. 

Yusro ingin mengetahui, apakah pengetahuan yang dimiliki masyarakat terbukti secara ilmiah. Jenis-jenis tanaman obat yang dipergunakan masyarakat menjadi titik awal ditemukannya obat-obat modern. Untuk sampai pada level obat modern, perlu penelitian. 

Dari hasil penelitian, setidaknya ada 208 spesies tanaman obat yang ada di masyarakat, yang berkhasiat mengobati berbagai penyakit, antara lain malaria, diabetes, dan peradangan usus. Bahkan diperkirakan, ada lebih dari 208 spesies karena banyaknya jenis tanaman obat di sana. 

Terdapat 33 spesies tanaman untuk menyembuhkan demam. Dari jumlah itu, ada 10 untuk menyembuhkan malaria, antara lain putar wali (Dayak Kanayatn), kulit langsat (Dayak Darok/Kembayan), papaya (Dayak Iban), dan limpet yang digunakan daunnya (Dayak Kanayatn). Demikian juga berbagai jenis tanaman dan khasiat obatnya. 

"Saya sering menemukan jenis tanaman yang spesifik, dan baru tahu saat bertanya ke dukun. Tanaman itu pada umumnya termasuk yang belum banyak teridentifikasi di Kalbar," kata Yusro. 

SELAMATKAN PENGETAHUAN 

Hasil gambar untuk fathul yusro
salah satu  hasil paenelitian Fathul Yusro  di Kochi University - Jepang

Yusro sesungguhnya berupaya menyelamatkan pengetahuan masyarakat. Kini, mereka yang mengetahui tentang tanaman obat tinggal orangtua atau dukun. Itu pun usianya sudah di atas 60 tahun. Selain itu, pengetahuan tersebut tidak dibukukan, hanya warisan secara lisan. 

"Bahkan, anak cucu mereka sudah tidak banyak pengetahuannya tentang tanaman obat. Misalnya, orangtua mengetahui 100 jenis tanaman obat, tetapi anak cucu mereka paling hanya mengetahui 10 tanaman, atau bakan hanya lima tanaman," ujarnya. 

Jadi, kesenjangan pengetahuan antara generasi tua dan generasi muda sangat besar. Kalau satu dukun mengetahui 50 spesies, masyarakat umum hanya mengetahui 5-10 spesies tanaman obat. Karena itu, kekayaan pengetahuan tentang tanaman obat itu  harus diselamatkan. Jangan sampai pengetahuan itu hilang begitu saja. 

Apalagi, sebagian besar informasi yang didapatkan dari masyarakat tentang khasiat tanaman obat ternyata terbukti secara ilmiah. Artinya, masyarakat memiliki kekayaan pengetahuan tentang tanaman obat yang luar biasa. Selain itu, juga memiliki potensi untuk dikembangkan lebih jauh, minimal untuk obat herbal terstandar. 

Yusro mengabadikan hasil penelitian tentang kekayaan tanaman obat dan pengetahuan masyarakat dalam dua jilid buku pada 2013 dan 2014. Buku yang diberi judul Ragam Tumbuhan Berkhasiat Obat di Kalimantan Barat  itu memuat data ratusan tanaman obat beserta penggunanya, cara menggunakannya, bagian yang digunakan, dan manfaatnya.   

Yusro berharap, penelitian itu dapat berarti terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan tanaman obat ke depan. Ketika masyarakat sudah mengetahui tanaman yang memiliki khasiat dan terbukti secara ilmiah, harapannya tanaman itu terus dikembangkan dan dibudidayakan. 

FATHUL YUSRO 
Lahir  :  Pontianak, 21 Mei 1981 
Riwayat Pendidikan terakhir: 
S-1  Fak.Hut Univ. Tanjungpura 
S-2  IPB
S-3  Kochi University - Jepang 

Pekerjaan: Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalbar.  

Halaman 12

Post a Comment

0 Comments