Keberadaan mini zoo di sekolah tentu menarik perhatian anak.
Membentuk hubungan emosi dan empati
Keberadaaan hewan satwa yang aktif, dengan berbagai bentuk dan tingkah polahnya, tentu mengundang rasa ingin tahu anak.
Mengenalkan satwa kepada anak di jenjang
pendidikan usia dini, baik dalam di dalam ruang kelas, atau langsung di kebun
seperti di mini zoo sekolah, merupakan salah satu kegiatan pembelajaran yang
menyenangkan bagi anak.
Tentu anak tidak dapat dibiarkan menyentuh atau
memegang hewan secara langsung tanpa pengawasan guru atau
fasilitator/pendamping. Karena ada beberapa jenis hewan yang dapat menggigit
(hamster, kelinci) atau mencakar (kelinci), yang dapat menimbulkan perasaan tidak
aman atau takut pada anak.
Harus dipastikan hewan tersebut aman artinya jinak
(tidak berontak dan mencakar saat dipegang, dan kukunya sudah dipotong), agar kegiatan tersebut aman bagi anak. Yang relatif
aman dan mudah antara lain memberi makan ikan dan kura-kura.
Misal, memberi makan ikan di kolam ikan,
sembari dapat mencelupkan jari tangan untuk merasakan dinginnya air serta
sentuhan ikan-ikan kecil yang minta diberi makan.
Contoh lain, memberi makan kura-kura di kolam
kura-kura. Kura-kura tidak disentuh, hanya diberi makanan berupa pelet (pakan
ikan) dengan ditebarkan di kolam kura-kura. Siswa menyaksikan proses kura-kura
sedang makan.
Setelah kegiatan, siswa dipersilakan mencuci
tangan, agar bersih dari air kolam dan sisa makanan yang dipegang.
Ketika kegiatan berlangsung, guru menjelaskan
nama hewan, bentuk, warna, jumlah kaki, jumlah hewan di kandang, jenis makanan
yang disukai, dll, serta beberapa kebiasaan hewan tersebut.
KENAPA PERLU DILAKUKAN DI JENJANG PAUD?
Menurut pakar pendidikan THOMAS AMSTRONG (dalam THE BEST SCHOOL, Mendidik Siswa menjadi Insan Cendikia Seutuhnya, - penerbit Kaifa, 2011),
hal-hal yang seharusnya menjadi fokus pedagogi di tingkatan pra sekolah sbb:
·
Pada
tingkat pra sekolah, pendidikan seharusnya berkisar pada permainan anak.
Artinya, di tahap pra sekolah sebagian besar kegiatan belajar dilakukan dengan dorongan ‘dari dalam’ dan pendidik pra sekolah dapat mengembangkan kurikulumnya sesuai dengan dan melalui minat spontan anak. Tekanan tinggi kegiatan akademik (calistung-penulis) dapat membahayakan perkembangan dan pertumbuhan mereka.
Artinya, di tahap pra sekolah sebagian besar kegiatan belajar dilakukan dengan dorongan ‘dari dalam’ dan pendidik pra sekolah dapat mengembangkan kurikulumnya sesuai dengan dan melalui minat spontan anak. Tekanan tinggi kegiatan akademik (calistung-penulis) dapat membahayakan perkembangan dan pertumbuhan mereka.
Bermain
merupakan satu-satunya cara untuk memenuhi kebutuhan tersebut di pra sekolah
dan di taman kanak-kanak.
KEBUTUHAN PERKEMBANGAN USIA DINI (3-6 tahun)
Anak usia dini memerlukan pengalaman sosial dan emosional yang aman serta bermakna bersama teman sebaya dan orang dewasa.
Program pendidikan PAUD disebut sesuai dengan perkembangan apabila menghargai nilai-nilai bermain spontan, pembelajaran multi indrawi dan belajar melakukan sendiri, serta lingkungan alami (misalnya balok, taman, tanaman, binatang ), serta memakai pendekatan pembelajaran yang berpusat pada anak. Demikian uraian Thomas Amstrong, pakar pendidik dari AS.
RELEVANSI BERMAIN DENGAN SATWA DI AREA MINI ZOO SEKOLAH
Keberadaan mini zoo atau kandang satwa di
sekolah, lebih memudahkan bagi guru untuk mengunjunginya di saat tema binatang
sedang diajarkan, atau tema-tema lain yang terkait. Dengan waktu yang singkat,
siswa dapat dipaparkan dengan materi pembelajaran satwa ini, sehingga waktu
belajar mengajar menjadi lebih efektif.
Kesempatan mengenal dan ‘bermain’ dengan hewan,
baik di luar kelas, maupun secara langsung dengan mengunjungi mini zoo sekolah,
memberi manfaat dan peluang merangsang sensor-sensor indrawi anak.
Misal, anak mengenal nama-nama hewan dan
keunikannya. Siswa juga dapat merasakan
keras atau lembutnya badan hewan. Saat menyentuh badan ikan kecil, siswa merasa
geli dan terkejut. Juga merasakan bau kolam ikan. Siswa dapat menabur makanan
ikan, dan melihat proses ikan memakan pakan tersebut.
Sejumlah pengalaman audio, visual, dan
kinestetik terjadi secara bersamaan di alam nyata. Realitas ini memberikan
pemahaman bagi dirinya akan hubungan keberadaan dirinya dalam realitas alam
sekitar.
Pengalaman yang menyenangkan di dunia nyata
ini, memberi suatu pengalaman sensori yang akan mendorong siswa untuk
menceritakan ulang, dan bertanya akan hal-hal yang belum diketahuinya. Pengalaman
sensori ini terkait dengan penumbuhan logika berfikirnya, yang selama ini mungkin
telah dikenalkan akan khazanah satwa melalui gambar dan dongeng fabel.
Siswa pun dapat digali bercerita berupa kesan kesan tentang satwa, baik dalam dialog
saat refleksi diri, maupun ketika mewarnai dan menggambar. Guru pun dapat
menjadikan pengalaman tadi sebagai dasar
pijakan bagi mengembangkan materi pembelajaran berikutnya sesuai tema. (IM)
Lihat juga:
Lihat juga:
0 Comments