SULIT MEMBENTUK BUDAYA SEKOLAH PEDULI SAMPAH

Ternyata tidak mudah membentuk budaya sekolah peduli sampah. 

http://housingestate.id/read/2018/02/04/belajar-dari-bank-sampah-depok-setor-sampah-dapat-duit/
kegiatan memilah sampah non organik, di  tempat pemilahan sampah Jl. Merdeka Kota Depok 

Muncul rasa iri melihat sekolah atau komunitas masyarakat yang telah berhasil mengelola sampah dengan baik. 

Misal, keberhasilan beberapa sekolah program Sekolah Adiwiyata (oleh Kementerian Lingkungan Hidup) atau program Sekolah Sobat Bumi (oleh Pertamina Foundation dan KEHATI), yang berhasil menggerakkan warga sekolah.

Para guru dan staf sekolah termotivasi menjadi motor penggerak dan mencontohkan sikap peduli sampah. Siswa jadi punya kebiasaan peduli sampah, hingga terbawa ke dalam keluarga di rumah.  

Atau masyarakat di pesolok di Surabaya, telah mengelola sampah. Di tiap rumah ada drum komposter untuk mengomposkan limbah organik dari sisa makanan. 

Di sana, lindi atau cairan sampah berwarna coklat yang rada bau, difermentasi dan digunakan sebagai pupuk cair. Limbah padatnya jadi kompos. Diterapkan pada tanaman toga dan sayuran sebagai pupuk, sehingga tanaman obat dan sayuran tumbuh subur dalam pot-pot sepanjang jalan lingkungan. Iji royo-royo.  

Di Surabaya ada program Kali Bersih, dan Surabaya Green & Clean. Juga, pertama kali hanya di Surabaya, ada pelayanan bus kota ber-AC nyaman yang cukup dibayar dengan tiga botol plastik kemasan untuk sekali jalan. 



naik bus berAC di Surabaya bayar pakai sampah
ini bus di Surabaya yang  ongkosnya dibayar pakai  botol kemasan bekas


Masyarakat di negeri Jepang telah berhasil melakukan pemilahan dengan sangat teliti. Ada sejumlah kotak sampah, dan pembedaan dengan warna, serta dengan aturan yang disepakati bersama. Warga yang teledor menaruh jenis sampah, maka kotak sampahnya dapat teguran disiplin, yaitu tidak akan diangkat oleh petugas sampah. 



beragam jenis tong untuk beragam jenis sampah, di Jepang
begini banyaknya tong sampah untuk menampung berbagai pilahan sampah secara lebih terperinci 



DIMANA LETAK KESADARAN ITU? 


Sepertinya semua orang - di sekolah, atau di kampung-kampung- bisa begitu peduli akan kebersihan, peduli sampah, dan mau repot dengan sampah. 

Bagaimana bisa menjadi seperti itu?  

Melihat keberhasilan sekarang, tentu terbayang betapa sulit pada awalnya untuk mengajak dan menyadarkan masyarakat begitu apik kesadarannya tentang perlunya mengelola sampah. 

Kok di sekolah ku masih banyak sampah bertaburan...  haduuhh... 


Rekan guru dan para siswa masih kurang atau tidak peka jika melihat secarik kertas sampah atau plastik kresek yang terletak di halaman. Atau ada di lantai kelas, atau di luar pintu kelas. Tumpukan kotak catering di luar pintu, yang isinya terjatuh diganggu kucing atau tertendang. 

Harus selalu diingatkan, harus selalu dicontohkan, bahkan sampai ditegur berulang. Ayo bersih, bersih, bersih....  
  
Masalah yang kita hadapi, yaitu sikap kita sendiri sebagai guru, atau staf sekolah yang harusnya menjadi contoh teladan, tapi masih saja
  • Tidak peka terhadap sampah. Sampah bukanlah masalah. Biarkan saja ada bertebaran di jalan atau lingkungan, toh tidak mengganggu atau mengenai kita. (misal, melempar tisue atau botol minuman keluar dari jendela mobil). 
  • Melihat sampah kecil/sedikit biasa saja. Baru peduli atau terganggu setelah sampah menumpuk sampai luber keluar mulut tempat sampah, atau banyak semut datang atau benyek berbau. 
  • Biasa saja melihat sampah yang banyak. Tidak terganggu sama sekali, bahkan dapat makan minum dengan nyaman di dekatnya.    
  • Tidak mau memulai memungut sampah. Baru mau memungut sampah bila ada orang yang memulai, atau ada yang ngomel tentang sampah.
  • Mau membersihkan sampah, tapi tidak benar-benar bersih. Selalu ada bagian sampah, meski remah-remah, noda, atau sobekan kecil plastik/kertas yang tertinggal.
  • Membersihkan nanti, setelah tak ada orang atau ruang kosong.  Alasannya, tidak ingin menggangu orang yang kebetulan masih ada di sekitar tempat tersebut. 
  • Sengaja menunggu tong sampah penuh. Tidak mau membuang segera ke tempat penampungan, menunggu berhari-hari agar penuh, meski kadang menjadi basah atau berbau. 
  • Mengeluhkan sampah banyak. Tapi tidak mencari cara untuk mengelola sampah secara efektif. Semua disesakkan saja dalam trash bag hitam, asalkan sudah masuk tak terlihat lagi, tanpa memperdulikan perbedaan jenisnya. 
  • Angin-anginan, atau sementara waktu saja. Program sering harus bergantung pada motor penggerak. Setelah berjalan, langsung adem lagi bila tidak diawasi atau ditegur terus. 
  • Sampah sudah dipilah, tapi pada bagian akhir disatukan kembali. 
  • Kurang mau mengenal jenis-jenis sampah. Mana yang bisa diolah kembali, mana yang tidak bisa. Sehingga hasil pilahan tidak terpilah dengan baik.  

Begitulah umumnya sikap awal yang muncul menghadapi sampah. 

BAGAIMANA MENGUBAH SIKAP CUEK MENJADI SIKAP PEDULI SAMPAH? 

Kita selalu menyadari sesuatu hal itu baik, tapi tidak melakukannya sampai semuanya terlambat. Misal, berolahraga baik bagi kesehatan, tapi kita enggan melakukannya, sampai kita tua bongkok dan sakit-sakitan dengan berbagai penyakit. 


Sampah itu buruk, tapi kita belum tertarik untuk mengurusnya dengan baik. 

Kita mencampakkannya ke saluran air atau got di muka rumah, dan akhirnya memenuhi sungai dan ke laut. 

Kita mengumpulkannya dalam kantung plastik, dan akhirnya berakhir menggunung di tempat penampungan akhir. Ladang penimbunan penuh, bau kemana-mana, dan masyarakat sekitar TPA pun kesakitan. 

Kita membakarnya agar habis, sehingga terjadi polusi udara yang mengganggu pernafasan.  Semua itu menimbulkan masalah baru dari sampah yang kita buang atau bakar. 

sampah memenuhi sungai di Jakarta
sampah memenuhi badan sungai, di Jakarta. 

Pendidikan adalah cara untuk membentuk kesadaran. 
Mulai dari sekolah, semua adalah ruang penyadaran itu. 
Mudah-mudahan dengan semboyan-semboyan ini bisa berhasil, terutama di sekolah kami sendiri. 

  • Kebersihan itu separuh dari Iman. Dengan mendekatkan perilaku peduli sampah sebagai perilaku Islami atau perilaku orang saleh 
  • Sampah organik adalah emas hijau. Sampah daun dan sampah organik lainnya dapat diolah menjadi kompos, yang laku dijual atau digunakan sebagai pupuk di sekolah. Tidak perlu membeli pupuk (kompos) atau media tanam, sehingga pengeluaran dapat berkurang/hemat.    
  • Sampah membawa berkah.  Mengolah sampah menjadi berkah. Sekolah mengajarkan kita pola hidup sehat, dengan belajar mengelola sampah dengan baik.   
  •  Hidup nyaman tanpa sampah. Kualitas hidup kita akan meningkat jika lingkungan hidup tertata rapi, bersih, sehat, nyaman, bebas dari kuman dan penyakit.   
  • Bank Sampah.  Membuat Bank Sampah membiasakan kita menabung dari hal hal kecil seperti sampah. Tiap kelas dibuat buku tabungan. Makin lama tabungan makin banyak, bisa untuk membeli kebutuhan kelas. 
  • Sekolah Adiwiyata.  Kadang perlu bermimpi agak tinggi, agar bisa menggerakkan. Meski terlalu tinggi, kadang sulit mencapainya. Ayo kita bersiap mengikuti program Adiwiyata, agar kebersihan dan peduli sampah dan lingkungan menjadi bagian dari value dan kurikulum sekolah.   
  • Selamatkan Bumi dari Sampah. Buat poster peduli sampah sebanyaknya, beragam versi, tempel di tempat terbukan hingga ke pojok toilet. Dengan pesan-pesan menyentuh, hati akan tergugah dan terdorong motivasi untuk berbuat bagi lingkungan yang lebih baik.  
  • Buanglah Sampah Pada Tempatnya. Ini selalu harus ada di berbagai tand di tong sampah atau di sign board di sekitar sekolah, di tempat yang mencolok mata.   
  • Yuk Kita Memilah Sampah ...  
  • Merdeka dari Sampah  ...
  • Selamat tinggal Sampah   (IM)  



Lihat juga:  




Post a Comment

0 Comments