MARJUNI, seorang petani dari desa Karang Mulya, Kab. Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, lincah menciptakan alat menanam padi, TABELA. Menghemat bibit dan tenaga kerja, bertani makin produktif. Kini ditiru hingga ke Barito Kuala.
Tulisan ini disadur dari harian KOMPAS, rubrik SOSOK, 7 November 2018
alat ini dinamai TABELA. Tanam benih langsung. Makin irit tenaga dan bibit. |
Marjuni (44) tak pernah berhenti mencoba. Sebagai
petani tradisional, ia mencoba berinovasi untuk mempermudah pekerjaan di sawah.
Ia membuat alat sederhana yang dinamakan tabela. Dengan alat itu, pekerjaan menanam
padi di sawah menjadi lebih cepat dan praktis, serta hemat waktu dan biaya.
“Tabela memang dibuat untuk mempermudah pekerjaan
petani dalam menanam padi. Ini adalah inovasi dari cara tanam padi dengan sistem
tugal ataupun icir,” ungkap Marjuni saat ditemui di rumahnya di Desa Karang
Mulya, Kusan Hulu, Senin (22/10/2018).
Menurut bapak tiga anak itu, pembuatan tabela dilakukan setelah ia berdiskusi dengan Karyani (47), rekannya sesama petani di Karang Mulya. “Kami sempat beberapa kali membuat alat untuk menanam padi. Akhirnya terciptalah tabela seperti yang banyak dipakai petani sekarang ini,” ujarnya.
Marjuni membuat tabela dengan menggunakan pipa paralon
berdiameter 4 inci, roda sepeda bekas, dan beberapa potong kayu. Pipa itu
dipotong sepanjang 2 meter hingga 2,5 meter, kemudian dilubangi secara
melingkar sesuai dengan jarak tanam yang diinginkan, bisa 20 atau 40
centimeter. Pada ujung pipa dipasang
roda, kemudian dipasang kayu yang membentuk segitiga untuk menariknya.
Penggunaan tabela mirip dengan cara penggunaan bajak.
Hanya saja tabela tidak didorong maju seperti bajak, tetapi ditarik mundur.
Petani yang menggunakan tabela harus berjalan mundur sambil menarik
tabela. Dengan begitu benih yang baru
ditanam tidak terinjak dan jarak tanam juga rapi.
“Kalau pakai tabela, untuk menanam padi di sawah
seluas 1 hektar cukup dua orang. Pekerjaan menanam juga bisa selesai dalam
waktu sekitar 3 jam. Jadi, sangat menghemat waktu dan biaya,” kata Marjuni,
yang hanya mengenyam pendidikan sekolah dasar itu.
Jika dikalkukasi, kata Marjuni, ongkos tanam padi
dengan menggunakan tabela paling Rp. 700.000 per hektar. Sedangkan dengan cara
manual (tugal atau icir), bisa menghabiskan Rp. 4 juta per hektar. Penggunaan
benih juga lebih irit. Kalau dengan cara manual bisa menghabiskan benih 50 kg
per hektar, dengan tabela paling hanya separuhnya.
Menurut Marjuni, biaya pembuatan tabela juga tidak
mahal, sekitar Rp. 700.000 per unit. Biaya itu tentu saja tidak sampai separuh
dari total biaya upah buruh tani untuk menanam padi di sawah seluas 1 hektar.
Tabela juga dijamin tidak akan rusak dalam waktu tiga tahun. “Paling sesekali
hanya perlu ganti laher atau bearing roda saja. Itupun enggak sampai
Rp. 50.000,” ujarnya.
DARI TANAH BUMBU DITULARKAN SAMPAI BARITO KUALA
Tabela buatan Marjuni yang semula digunakan di lingkup
Kelompok Tani Sidodadi, Karang Mulya, kemudian digunakan juga oleh
petani-petani lain di luar kelompok tersebut. Banyak yang tertarik menggunakan
tabela setelah melihat praktik penggunaannya di kelompok tani yang dipimpin
oleh Marjuni.
“Sesama petani, kami saling berbagi pengetahuan. Saya
malahan senang karena teman-teman mau menggunakan tabela. Karena itu, saya
tidak hanya menularkan cara menggunakan tabela, tetapi juga menularkan cara
membuat tabela,” ujar ketua Kelompok Tani Sidodadi itu.
Penggunaan tabela semakin popular di kalangan petani
di Tanah Bumbu, terutama di Kusan Hulu dan Kusan Hilir, setelah tabela buatan
Marjuni menyabet juara inovasi tepat guna tingkat Kabupaten Tanah Bumbu pada
2012.
“Sebagian tabela di daerah lain sudah dimodifikasi.
Saya juga tidak mempermasalahkannya karena memang tabela dibuat untuk
meringankan pekerjaan petani dan menekan ongkos produksi,” ujar Marjuni.
Randam (30),
Ketua Kelompok Tani Karya Bakti, Karang Mulya, menyatakan sangat
terbantu dengan tabela buatan Marjuni. Alat itu membuat pekerjaan menanam padi
lebih cepat dan gampang.
“Kami bisa menghemat waktu dan biaya. Bahkan, biaya yang dikeluarkan tidak sampai separuh dari biaya tanam dengan cara manual,“ katanya.
“Kami bisa menghemat waktu dan biaya. Bahkan, biaya yang dikeluarkan tidak sampai separuh dari biaya tanam dengan cara manual,“ katanya.
Penggunaan tabela, menurut Randam, penggunaan tabela
juga lebih praktis daripada penggunaan mesin tanam padi atau rice transplanter karena benih tidak
perlu disemai terlebih dahulu. Dengan begitu, pekerjaan menanam hanya satu
kali. Tidak ada lagi pekerjaan menyemai benih, mencabut bibit padi dan
menanamnya.
Namun, penanaman benih padi menggunakan tabela harus
memperhatikan kondisi lahan dan cuaca. Lahan tidak boleh sampai terendam air
supaya benih bisa melekat di tanah dan mengakar. Hujan sehabis tanam juga harus
diantisipasi karena bisa membuat lahan tergenang dan benih terpencar. “Kalau
habis tanam langsung kena hujan, terpaksa harus tanam ulang,” ujar Randam.
BANGGA
Marjuni mengaku bangga karena tabela semakin banyak
digunakan petani di Tanah Bumbu. Bahkan,
tabela juga mulai digunakan petani di Barito Kuala untuk menanam padi di lahan
pertanian terpadu di Jejangkit. Pada peringatan Hari Pangan Sedunia 2018,
Jejangkit dipilih menjadi lokasi peringatan Hari Pangan Sedunia.
“Saya bangga karena tabela sudah digunakan di
mana-mana. Saya malah berharap, semua petani di Kalsel bisa menggunakan tabela
supaya pekerjaan mereka menjadi lebih ringan dan lebih hemat biaya,” kata pria
kelahiran Blitar, Jawa Timur itu.
Marjuni juga mempersilakan rekannya sesama petani untuk
membuat alat serupa dalam rangka mempermudah kerja mereka. Sebagian petani yang
sudah melihat tabela dapat membuatnya sendiri dan memodifikasinya sedemikian
rupa. “Pembuatan tabela juga enggak susah,” ujar petani yang ikut program
transmigrasi ke Kalsel tahun 1986 itu.
Saat ini, Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Kalsel
yang membina petani di Kusan Hulu coba memfasilitasi agar tabela buatan Marjuni
dipatenkan. “Kalau saya pribadi, mau dipatenkan, monggo (silakan). Enggak pun enggak apa-apa,” ucapnya.
Pada prinsipnya, kata Marjuni, petani harus saling
berbagi ilmu. Rasa bangga justru muncul ketika ada petani lain bisa bikin alat
serupa. “Mau bikin berapa banyak pun, monggo.
Dengan begitu, ilmu dari saya berhasil diterapkan dan dikembangkan di mana-mana,”
katanya.
MARJUNI
Lahir : Blitar, Jawa Timur 4 Juli 1974
Pendidikan :
Sekolah Dasar (lulus tahun 1989)
Pekerjaan : Petani, Ketua Kelompok Tani Sidodadi,
Desa Karang Mulya, Kecamatan Kusan
Hulu, Kabupaten Tanah Bumbu
Istri :
Mimin (43)
Anak :
Nanang Ernawan (21)
Penghargaan:
- Juara 1 Inovasi Tepat Guna tingkat Kabupaten Tanah Bumbu (2012) atas inovasi alat tanam padi Tabela
- Juara 1 Inovasi Tepat Guna tingkat Kabupaten Tanah Bumbu (2014) atas inovasi bahan bakar minyak dari limbah plastik.
0 Comments